Rabu, 08 Maret 2017

Perjalanan Abdurrahman Memperjuangkan Petani Tembakau



Pernah Orasi di Istana hingga Menjadi Pemateri Nasional

Petani tembakau kerap bernasib buruk. Mulai dari harga yang anjlok sampai kebijakan pemerintah yang kurang melindungi petani. Untuk itulah Abdurrahman bersuara.


BAGUS SUPRIADI, Jember

    RAMBUT Abdurrahman sudah memutih. KUlitnya makin keripu. Nmaun, suaranya masih tetap lantang dan lancar. Sejak kecil, pria adal Desa Sumberpinang, Pakusari, tersebut sudah hidup di lingkungan tembakau. Keluargaya juga petani tembakau.
    Untuk itulah, dia terus berjuang agar keberlangsungan tanaman termbakau terus jaya.Meskipun, zaman sudah banyak berubah. "Sejak umur 16 tahun, saya sudah bercocok tanam tembakau sendiri," katanya kepada Jawa Pos Radar Jember.
    Waktu itu, tembakau merupakan komoditas tanaman yang paling menjajikan dibanding lainnya. "Dibanding padi, hasil tanaman tembakau lebih tinggi," kata alumni SMPN 2 jember tersebut.
    Bercocok tanam tembakau dilakukan setelah belajar dari orang tuanya. Kegiatan itu sudah turun-temurun dilakoni keluarga Abdurrahman. Namun, seiring perjalanan waktu, kondisi berubah karena tantangan yang dihadapi lebih berat.
    Dia menanam tembakau Na oogst sejak 1968. namun, berpindah pada tembakau kasturi pada 1972. Sampai akhirnya berhenti total menanam Na Oogst pada 1984. Saat itu KAsturi dinilai lebih memiliki masa depan dibanding tembakau sebelumnya. Kejayaan tembakau sempat dirasakannya dari tahun 1970-an sampai 2000. "Namun, pada tahun 2001, banyak bencana bagi petani tembakau," tuturnya.
    HAl itu berawal dari kelebihan produksi, sehingga tak ada keseimbangan supply and demand. Hal itu membuat petani tidak berdaya dan tidak memiliki daya tawar. Saat itulah Abdurrahman mengumpulkan kelompok tani tembakau Kasturi.

"Dari sana saya kemudian membuat organisasi lokal Asosiasi Petani Tembakau Kasturi (APTK)," akunya.

Perjalanannya memperjuangkan nasib petani dimulai dari APTK tersebut. Sebab, permasalahan tembakau terus terjadi setiap waktu. Melalui wadah itu, dia memperbaiki organisasi, melakukan pemberdayaan petani agar menghasilkan tembakau yang bermutu.

Sehingga, diharapkan mampu meningkatkan daya tawar tembakau petani. Bahkan, dia juga tak segan melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro petani.

Abdurrahman masih ingat musibah yang terjadipada 1984 silam. Yakni ketika petani mendapatkan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Para petani ambil kredit untuk budidaya dan pasca panen tembakau Naa Oogst. Semua hasil tembakau petani dikumpulkan di gudang, tidak dijual masing-masing.

Sebab, pemerintah daerah menjanjikan ada eksporter yang akan membeli. Namun, nasib pahit dialami petani. Eksporter menawarnya dengan harga yang sangat rendah. Sehingga lelang dibatalkan dan tembakau tersebut dibawa kembali ke rumah oleh para petani.

Akibat kejadian tersebut, Abduurahman menyuarakan kekecewaan petani tembakau. Dia meminta semua petani untuk tanda tangan dan mengirim surat ke Departemen Pertanian dan gubernur. "Kalau begini caranya, tembakau Besuki Naa Oogst lebih baik dihapus," tegasnya dalam surat untuk pemerintah.

Sebab, petani sangat  kecewa berat terhadap pemerintah daerah. Ketika dia mengirimkan surat itu, Abdurrahman dipanggil oleh Bupati Jember kala itu karena tidak setuju. "Saya berdebat dengan Bupati Soepono, bahkan saya dibilang gila," jelasnya.

Abdurrahman tak berhenti di situ. Setiap ada kebijakan pemerintah yang tidak melindungi petani tembakau, dia menyampaikan aspirasinya. Bahkan, dia sempat menjadi orator di istana saat kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. "Saya masuk ke istana tiga kali menjadi orator mewakili Jawa Timur. Saya mendapat julukan prov karena provokator," akunya.

Julukan lainnya adalah SH atau sobo hotel. Sebab, dia sering menghadiri  pertemuan di hotel dalam acara pertembakauan. Kemudian dijuluki S.Kom karena seperti kompresor yang sering memotivasi petani tembakau.

Sampai sekarang. Abdurrahman tetap menjadi ketua APTK. Sebab, ketika meminta petani lain memimpin organisasi tersebut, tidak ada yang mau karena tidak mampu. "Saya sudah tua, seharusnya ketua APTK ganti," pungkasnya. (c1/har)



Sumber        :Jawa Pos Radar Jember, 06 Februari 2017
disalin oleh    : (er)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar