Senin, 06 Maret 2017

Cicik Tri Juliani SKed, Wisudawan Terbaik Universitas Jember

Sejak SD Selalu Ranking, Ingin Mengikuti Jejak Sang Ayah

Di antara sekitar 800 peserta wisuda sarjana (S1) dan Pascasrjana (S2) di Gedung Soetardjo Sabtu akhir pekan lalu, ada nama yang berpredikat 'Pujian' alias wisudawan terbaik. Salah satunya adalah Cicik Tri Juliani, 22, yang memiliki indeks prestasi (IP) hampir sempurna (3,92). Dia adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2013 yang lulus tepat waktu atau kurang dari empat tahun.

SHODIQ SYARIF, Jember

KETIKA Jawa Pos Radar Jember mencoba menghubungi via telpon selulernya, Cicik, panggilan akrabnya, tak merasa keberatan untuk di wawancarai. Bahkan dia memilih sendiri lokasi wawancara, yakni di lantai bawah gedung baru CDAST (Central for Development of Advenced Science And Technology). "Di sini saja banyak kursi dan meja di alami," ujarnya ramah.

Ditemani Anindhita Dyah Sekartaji SKed, kawan sebangku dan sama-sama menjadi wisudawan "Pujian", Cicik mengakun tak menyangka menjadi wisudawan terbaik periode ketiga tahun 2016/2017 tersebut. Padahal selama kuliah dirinya mengaku tidak pernah mengejar IP.

Rajin Ikut Lomba Karya Tulis

kecuali hanya belajar istiqamah sesuai anjuran dosen.

Dari 23 wisudawan terbaik tersebut, ada tujuh mahasiswa kedokteran yang ikut dilantik. Termasuk Anindhita, yang tercatat nomor 20 dengan IP 3,60. Menurut panitia wisuda, yang masuk kategori wisudawan "Pujian" adalah mereka yang IP-nya minimal 3,5, dengan lulus paling lama empat tahun. "Makanya meski ada 80 prodi, yang masuk wisudawan Pujian hanya 23 mahasiswa itu saja," jelasnya.

Bagi Cicik, menjadi wisudawan terbaik memang patut di syukuri. Namun bukan berarti harus membanggakan diri, karena masih banyak tugas yang harus diselesaikan pascawisuda. Antara lain belajar praktik di RSD dr Soebandi, pengabdia di daerah terpencil bersama program Nusantara SSehat (sejenis dokter PTT), dan lain-lain. "Jadi, minimal perlu waktu tiga tahun untuk menjadi dokter beneran," imbuhnya.

Menjadi dokter bagi anak kedua dari ketiga bersaudara kelahiran 29 Juli 1995 ini, memang sudah cita-citanya sejak kecil. Ini bisa dimaklumi karena sang ayah, Budi Waluyo, adalah juga seorang dokter. Apalagi sang kakak, yang digadang-gadang mewarisi sang ayah tak berhasil, lantaran memilih kuliah Prodi Matematika di UM (IKIP) Malang. Sedangkan adiknya kini masih di bangku SMA, yang diharapkan kelak juga mengikuti jejak Cicik.

Pilihannya kuliah di FK Unej tersebut, kata Cicik, juga berkat prestasinya selama di SMAN 2 Kediri. Dia masuk Fakultas Kedokteran melalui jalur undangan, sehingga tanpa melalui tes SNPPTN. Kebetulan saat itu ada dua lagi kawan sekolahnya yang diterima di FK Unej, sehingga menambah semangat untuk berprestasi. Sedangkan kawan seangkatan di fakultas bergengsi itu banyak 99 mahasiswa.

Dia menyadari, kuliah kedokteran memerlukan kerja keras, serius, konsen, dan istikamah. Karena itu, gadis berjilbab yang suka kuliner ini, tak mau main-main dengan jadwal kuliahnya. Karena itu, Cicik tak sempat mengikuti kegiatan ekstra-universitas, kecuali UKM (UNit Kegiatan Mahasiswa) yang sesuai kesenangannya. Yakni, UKM yang bergerak di bidang keagamaan dan UKM yang terkait dengan keilmuan.

Puteri pasangan dr Budi Waluyo Ny Endang Sri Budiarti ini juga gemar mengikuti lomba karya tulis. Di antaranya lomba karya ilomiah program kreativitas mahasiswa (PKM) bidang neoroli, di Universitas Sumatera (USU) tahun 2016 lalu. "Alhamdulillah juara dua," ujarnya. Cicik juga sempat mendapat beasiswa mahasiswa berprestasi (PPA) dua kali, sehingga menambah semangat berprestasi kuliahnya.

Berkat bimbingan intensif dr Erma Sulistyaningsih, dosennya, Cicik berhasil mempertahankan skripsinya berjudul: Pengaruh Pemberian Fraksi Metanol Bangle Terhadap Kadar Serum BDNF Mencit sebagai Terapi Komplomenter Malaria Srebral, dengan nilai yang sangat memuaskan. Bahkan hasil skipsinya tersebut, kini dikembangkan menjadi penelitian lanjutan.

Kepada adik-adiknya yang masih duduk di bangku SLTA, Cicik minta tak usah takut masuk Fakultas Kedokteran. Sejak beberapa tahun lalu, kata Cicik, pemerintah menyediakan berbagai beasiswa bagi anak berprestasi ingin kuliah di juruan favorit, terutama kedokteran. Dia mengakui kuliah di kedokteran memang terkesan mahal. Namun bagi keluarga menengah ke bawah yang berprestasi, tetap bisa menempuhnya dengan bantuan pemerintah.

Bahkan bagi mahasiswa yang mendapat bidikmisi (biaya pendidikan mahasiswa miskin berprestasi), semua biaya di tanggung pemerintah hingga lulus. Malah yang bersangkutan masih mendapat uang saku. Demikian pula ketika lulus, mereka tak perlu bersusah payah memikirkan peralatan mahal, karena untuk mengaplikasikan ilmu harus bergabung di klinik-klinik lebih dulu. Berarti mereka cukup memanfaatkan peralatan yang di sediakan klinik hingga mampu membuka praktik sendiri.

Dokter muda yang beralamat di Ngasem, Kediri ini, juga ingin melanjutkan kuliahnya menjadi dokter spesialis kelak, setelah semua kewajiban dan tugasnya selesai. "Saya inginkembali ke kampung untuk mengabdi di daerah sendiri kelak. Tapi semua itu terserah kehenda Sang Pencipta," pungkasnya. (sh/cl/hdi)


Sumber : Jawa Pos Radar Jember, 02 Februari 2016


Disalin Kembali Oleh : (Yn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar