Jumat, 10 Maret 2017

Menengok Eksitensi Perguruan Cimande Setia Kawan Bangsalsari

Menjaga Tradisi Bayar Iuran Pakai Beras Secangkir


Pancak silat bagian dari budaya asli indonesia, konon pesilat di era kejayaannya. Begiti hebat dan sangat disegani di lingkungan sekitarnya. Namun kini para pesilat harus berjuang keras menjaga eksitensi di era serba modern. Seperti apa?

SELASA malam, salah satu pekarangan rumah yang ada di Dusun Kalisata, Desa/ Kecamatan Bangsalsari, ramai dengan anak-anak remaja. Mengenakan baju serba hitam. kain odeng Madura, mereka ikat  di pinggangnya masing-masing ada juga yang  menggunkan sarung. Mereka  berlatih silat cimande.

Seorang anak yang masih duduk di bangku TK, juga ikut  barisan para pendekar muda bicara pun tak lancar. Namun saat memeperangkat jurus dasar , dia begitu lihai mempergakan. Tidak hanmya seorang setidaknya 9ada enam anak balita, yang ikut berlatih diperguruan silat cimande setia kawan.

Alim Sunggono pimpinan perguruan silat dengan anggota ratusan orang. Dai terus perguruan silat yang didirikan almarhum ayahnya.

Sang ayah bernama Sudari alias pak leng, dikenal sebagai jawara silat di bangsalsari. Konon, sudah sejak 35 tahunan ayahnya mendirikan perguruann silat itu

Bukan Sekedar Bela Diri, Namun Lebih ke Kepribadian Pesilat

Setelah vakum cukup lama, pria yang memiliki nama asli Muhamad alim, kembali menghidupkan perguruan silat warisan orang tuanya. Dia menghitung sudah tiga tahun belakangan. Meski demikian, dia selalu menyebut bertahan dengan keterbatasan.

Ya, karena semua biaya operasional perguruan silatnya, dia tanggung mandiri. Tanpa pernah meminta sembangan kepada negara. Semisal ada, hanya sekedar swadaya dari pada anggotanya. "bayarnya tanpa uanag. Hanya mengumpulkan secangkir," akunya.

Beras yang terkumpul  dari hasil jimpitan, kemudia diserahkan ke tetangga miskin yang dinilai duafa, Seperti kini yang sudah mulai terkumpul 50 kiligram beras, "Jadwal latihan kami selasa dan jumat malam. Beras yang terkumpul, kami serahkan sebelum latihan jumat malam." tuturnya.

Bagi alim, silat yang dia lestarikan, mengedepankan pengamalam nilai-nilai sosial. Selain itu, persoalan religiuas juga dikedepankan. Sehingga tiap mau menggelar latihan dan tanding. Selalu  ada ritual doa supaya mendapat berkah dari allah swt.

Silat cimade bagi alim. Namun, lebih memperkuat kepribadian para anggotanya. Salah satunya tentang keimanan dan ketakwaanb. Sebab beladiri yang dipelajari, bukan untuuk menyakiti. Melainkan belajar menjaga hati dari kesombongan pribadi, "Karena cimande memiliki arti air sebagai seperguruan," jelasnya.

Cimande Setia kawan dinilainya unik, Meski Cimande diketahui berasal dari jawa barat, namun di bangsalsari memiliki karakter yang khas tentang budaya masyarakat Madura. Maklum, mayoritas masyarakat di sana memiliki keturunan darah madura.

Melestarikan kebudayaan silat Cimande. rupanya kemas dengan cara yang cukup efektif. mereka menyebutnya arisan silat. Setiap malam minggu, para pesilat tampil bergiliran dirumah anggotanya. penunjukan dilakukan dengan sistem kocok.

Supaya tuan rumah tidak merasa terbebani biaya konsumsi, para anggota iuran sjumlah Rp 10 ribu, Dana ynag terkumpul, diserahkan ke p[emilik rumah. Namun diakui alim, sampai hari ini belum ada yang merasa keberatan. Sebab tuan rumah, juga terhibur karena juga ada panggung layaknya pesta hajatan.

Kepiawaian pesilat perguruan Cimande setia kawan, ditampil dengan saling bertanding tangan kosong, baertanding menggunakan senjata. Hingga permainan jurus silat secara masal. Semua dilakukan untuk kelestarian budaya yang dikemas hiburan.

Sehingga tidak heran kemudian, mereka juga sering diundang di acara hajatan. Meski tetap tidak ada sumbangan tidak lebih dari Rp 300 ribu. Dana itu pun diperuntukkan untuk kas organisasi. "Karena misi kami, menjaga kebudayaan lebih berarti," pungkasnya.(rul/hdi)

Sumber: Jawa Pos RadarJember, 10 Februari 2017

Disalin Kembali Oleh.(Rs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar