Selasa, 07 Maret 2017

Desi Rani Eka Putri, Langganan Juara Tari Tradisional


Rutin Latih Anak-Anak Muda Agar Cinta Seni Tradisional


    Kendati masih berusia 19 tahun, komitmen Desi Ratna Eka Putri terhadap pelestarian tari tradisional tidak bisa diremehkan. Beberapa lomba tari mulai dari tingkat desa, kecamatan, hingga provinsi kerap ia ikuti. Beberapa kali dia juga membawa gelar juara.

KHAWAS AUSKARNIALUNAN musik tradisional Jawa, menimbulkan rasa tentram hatidi pagi yang sejuk dan indah itu. Sekelompok anak remaja sedang berlatih tari tradisional Jawa di sebuah sanggar seni yang background-nya lereng sebuah gunung kecil di Ambulu, Gunung Watu Pecah. Meraka asyik berlatih dengan sepenuh hati, seolah tak menghiraukan suasana luar yang hiruk piluk dengan seni modern.

Adalah Desi Rani Eka Putri, 19, gadis remaja yang sedang tekuni berlatih diantara teman-temannya. Gerakan kepala, tangan, tubuh, serta kaki meliuk-liuk halus tetapi tegas, mengikuti irama musik gamelan Jawa yang mengiringinya. Raut mukanya tampak menjiwai betul terhadap tarian yang sedang diperagakannya. "Ini tari Gambyong, tarian tradisi khas Jawa Tengah yang berfungsi  untk menyambut kehadiran para tamu," ungkap Desi sapaan akrabnya ketika ditanya tari apa yang sedang ditarikannya.

Gadis remaja anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Roni Kurniawan dan Yani Supriyatin ini mengaku sangat menyukai tari tradisional. "Kami selalu diberi pemahaman dan ditanamkan hakekat, fungsi dan nilai-nilai tari tradisional sama Mama.

Kendati konsentrasi di tari tradisional, ia tidak menolak untuk tari kreasi dan modern. "Menguasai tari tradisional akan sangat memudahkan dalam menari kreasi dan modernKami selalu memegang teguh tradisi, tetapi siap berkreasi," ujar gadis cantik berperilaku harus penggemar nasi goreng pedas ini.

Baginya, belajar menari bukan halyang mudah. Pertama dan utama adalah niat selanjutnya menyukai dan mencintai.

Kesulitan menari umumnya terletah pada teknik gerak dan penjiwaan. "Jika itu sudah ada dalam benak diri kita, maka proses selanjutnya akan lebih mudah," siswi kelas XII IPS SMA Negeri Ambulu itu.

Pengalamnnya menari tak terhitung lagi dengan jari. Piagam dam penghargaan serta foto-foto dikumpulkan sebagai porto folio pribadi. Tampil mulai dari lingkup sekolah, desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi kerap dilakukannya. Bahkan sering membawa harum nama kabupaten Jember sebagai duta seni di berbagai kabupaten/kota di Jawa Timur, Gelar Seni Budaya Jember di Surabaya, Bali, dan Taman MiniIndonesia Indah (TMII) Jakarta.

"Saya pernah ikut Festival Reog Nasional di Ponorogo selama empat kali. Alhamdulillah selalu membawa hasil yang sangat memuaskan karena selalu masuk sepuluh besar," kata Desi.

Ketika ditanya apakah nanti cita-citanya akan jadi penari. Jawabnya sangat diplomatis. "Belajar menari atau sekolah tari, tidak harus menjadi penari. Mungkin saja bisa jadi penari, mungkin jadi apapun yang masih ada hubungannya ddengan seni (tari). Seniman tari, pegiat seni, penulis seni, atau jadi apapun yag bisa bermanfaat untuk seni," jawabnya.

Menurut Desi, kondisi saat ini, seni budaya tradisional yang merupakan warisan luhur nenek moyang, sangat memprihatinkan. Hanya sedikit orang yang memiliki komitmen kuat untuk tetap melestarikannya. "Itupun di kalangan bawah dan berada di daerah pinggiran," ujarnya. Karena itulah dia bertekat melanjutkan dan melestarikan seni itu.

Komitmen Desi rupanya tidak hanya isapan jempol. Secara rutin setiap hari Minggu ia dan teman-temannya menjadi pelatih bagi anak-anak usia di bawahnya, di sanggar yang kebetulan berhadapan dengan tempat tinggalnya. Usai melatih, ia dan teman-temannya berlatih untuk tari kelas dewasa, dan berproses membuat karya tari dengan bimbingan Enys Kartika. "Sehari penuh di hari Minggu, kadang kalau sedang asyik proses garapan, bisa sampai malam, lumayan capek, tapi dengan hati senang lelah akan cepat hilang," ujarnya.

Harapannya terhadap keberadaan seni tradisi tidak terlalu muluk-muluk. Ia mengajar kepada generasi muda untuk menyukai dulu, dalam bentuk menyaksikan pertunjukan seni tradisi. Setelah menyukai diharapkan bisa bergabung untuk melestarikan dan mengembangkan.

"Saya menyambut baik dan luar biasa kepada Jawa Pos Radar Jember, yang telah mengawali membuat acara spektakuler Pendalungan Night Show (PNS) selama Januari sampai Maret 2017. Ini sebagai ajang apresiasi, kreasi, dan eksebisi seniman tradisi di Jember," ucapnya.

Sementara pelatihan dan pemilik sanggar Kartika Budaya, Enys Kartika, menggaris bawahi bahwa saat ini sanggar yang Ia pimpin sedang getol membina dan mempromosikan anak-anak muda untuk bisa menampilkan seni, sebagai pewarisdan penerus seni budaya tradisional.

"Kami membuat wadah berkesenian bagi anak-anak mudah dari berbagai kalangan, sanggar, paguyuban dan lainnya yang ada di Jember, dengan nama Nak Kanak Pandhalungan. Kami kumpul, berlatih bersama, untuk menghasilkan kreativitas yang luar biasa," pungkasnya. (was/hdi)




Sumber        : Jawa Pos Radar Jember, 05 Februari 2017
disalin oleh    :(er)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar