Kamis, 09 Maret 2017

Abdus Setiawan, Pembina Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nasiosil

Pelajari Kelembagaan Tembakau Hingga ke Luar Negeri

Mengenal seluk-seluk pertanian tembakau sejak kecil, Abdus Setiawan tergerak untuk memperjuangkan nasib para petani tembakau melalui media kelembagaan. Bahkan untuk bisa mewujudkan organisasi petani tembakau yang solid, dirinya tak ragu terbang ke luar negeri untuk belajar pada organisasi tembakau mancanegara. LINTANG ANIS BENA K, Jember

DUNIA pertembakauan sudah bukan menjadi hal baru bagi Abdus Setiawan. Sejak duduk di bangku SMP, dirinya telah turun ke lahan tembakau demi membantu ayahnya yang juga seorang petani tembakau. Kala itu, ayah Abdus mengawali kiprahnya dengan menanam tembakau hanya untuk konsumsi sendiri dan di lahan yang relatif kecil.

Seiring waktu, sang ayah memperluas lahannya dan mulai mengembangkan agribisnis tembakau untuk di jual ke perusahaan rokok. Dari sanalah Abdus mulai memahami lika-liku perjalanan petani tembakau secara global. "Awalnya tembakau jenis Na Oost untuk bahan cerutu.

Kader Calon Anggota untuk Atasi Tembakau

Kemudia ke Virginia,dan juga tembakau untuk rakyat," tuturnya.

Hingga kini, pria kelahiran 15 Januari 1956 ini pun aktif sebagai petani tembakau rajang. Baginya pekerjaan ini membutuhkan waktu yang proses ysng sangat panjang, namun dia sangat menikmati setiap prosesnya. "Memang rumit, pengerjaannya mulai tanam hingga pengeringan butuh proses yang sangat panjang dan telaten," lanjutnya.

Berawal dari keinginannya memperjuangkan nasib para petani tembakau, Abdus memutuskan untuk bergabung di Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nasional. Tahun 2000 dirinya di dapuk menjadi Sekjen selama dua periode hingga tahun 2010, kemudian terpilih menjadi ketua umum. Kini dirinya terdaftar sebagai salah satu dewan pembina APTI.

Ketika di tanya alasannya bergabung dengan APTI, ayah dari dua anak tersebut menuturkan bahwa keorganisasian dalam lingkup petani tembakau itu sangatlah penting. Dulu, petani tembakau harus gigit jari lantaran tidak bisa memperoleh berbagai informasi dengan leluasa.

Belum bagi kemungkinan para petani bisa dipermainkan oleh banyak oknum mengenai harga tembakau yang yang ditemukan oleh pihak penyimpanan di gudang. Dengan adanya organisasi, kata dia, para petani dapat terlindungi dari berbagai kemungkinan tersebut.

"Dulu petani tidak mengetahui informasi seperti ramalan cuaca, bagaimana cara menanam, di musim apa mereka harus menanam. Tak jarang mereka mengalami gagal panen. Belum lagi masalah penentuan harga, kadang petani hanya memperoleh harga rendah dari gudang dan tengkulak. Hal ini tentu menjadi kerugian besar bagi para petani," paparnya.

Karena itu Abdus tak ragu mencari dukungan untuk membentuk suatu organisasi yang bisa mewadahi aspira para petani tembakau. Kini hasil perjuangannya bisa dirasakan, dengan adanya berbagai organisasi seperti APTI, APTK (Asosiasi Petani Tembakau Kasturi), dan berbagai asosiasi lainnya khususnyadi Jember. "Mereka bisa dapat banyak informasi dari organisasi-organisasi tersebut," terang pria asal Kamal, Arjasa ini.

Tak hanya mengenai cuaca dan jenis bibit, dengan adanya berbagai organisasi ini para petani bisa mendapat informasi mengenai proses pertembakauan. Tak dipungkiri perkembangan teknologi memegang peranan penting dalam pengembangan kualitas tembakau.

"Adanya mesin-mesin untuk meningkatkan kualitas, memang terpaksa mengorbankan buruh tani. Namun ini jalan bagi kita agar bisa bersaing dengan gempuran tembakau dari luar negri. Kalau tidak begitu bisa kalah tembakau kita," tegasnya.

Apalagi, kata dia, saat ini dunia pertembakauan sedang dilanda pasang surut. Salah satu faktor yang paling menentukan adalah cuaca yang tidak menentu. "Tahun lalu misalnya, di Jember dilanda La Nina atau tahun basah. Sebelumnya juga ada insiden meletusnya Gunung Raung, hingga debunya melapisi daun tembakau sehingga dianggap gagal," ujarnya.

Sementara berbagai kebijakan dari pemerintah juga dinilai masih belum bisa menguntungkan para petani tembakau. "Saat ini pada umumnya terdapat dua jenis sistem penjualan yaitu bebas dan kemitraan. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing," tutur pria yang tinggal di kawasan Patrang tersebut.

Untuk mempelajari kelembagaan, pria berusia 61 tahun ini tak ragu untuk berangkat ke luar negeri dan mengamati sistem kelembagaan organisasi tembakau di sana. Dirinya mengaku takjub karena tak sedikit organisasi tembakau yang bisa bertahan hingga puluhan tahun. "Ada organisasi yang bertahan hingga 62 tahun, lebih tua dari saya," selorohnya.

Rahasianya, kata dia, adalah kaderisasi yang bergerak. Para anggotanya sudah disiapkan sedemikian rupa hingga bisa mempersiapkan kader tiga lapis. "Jadi dari anggota yang sekarang, mereka sudah mengkader calon anggota lain hingga tiga periode ke depan," terang Abdus.

Sayangnya di Indonesia sikap tersebut masih jarang diberlakukan. Padahal keorganisasian menjadi hal yang sangat penting. "Pentingnya di duan elemen, yaitu sebagai media parlementer dan kemasyarakatan," lanjutnya.

Media parlementer artinya organisasi pertembakauan memegang peran untuk ikut serta dalam pengaturan perundang-undangan, dengan melakukan pengawasan terhadap peraturan yang berkaitan dengan petani tembakau. "Kita usahakan memberikan pasal-pasal yang melindungi kita dan menghilangkan pasal-pasal yang merugikan kita," kata pria berambut ikal ini.

Sedangkan dari sisi kemasyarakatan, organisasi tembakau berperan memberikan beragam informasi kepada para petani tembakau serta memberikan pelatihan keterampilan tentang proses bercocok tanam tembakau. Jika kedua fungsi tersebut dijalankan dengan optimal, Abdus yakin masa depan petani tembakau akan semakin terjamin.

"Pertanian tembakau merupakan budaya dan tradisi yang dijalankan di Indonesia sejak dulu. Namun nasib petaninya malah semakin terpuruk Harannya dengan dukungan berbagai pihak, kita bisa bersama-sama melindungi petani tembakau dari berbagi sisi, termasuk dari sisi kelembangaan yang kuat dan bisa berimbang tanpa harus mematikan salah satu pihak," pungkasnya. (cl/hdi)



Sumber ; Jawa Pos Radar Jember, 08 Februari 2017


Disalin Kembali Oleh : (Jrs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar